Kamis, 25 November 2010

asuhan keperawatan glaukoma

Asuhan Keperawatan pada Pasien Glaukoma
&
Pemeriksaan Visus





OLEH:

HIDAYATUL HASNI 0810322028



PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS ANDALAS
2010





ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN GLAUKOMA

A. ANATOMI DAN FISIOLOGI MATA


FISIOLOGI MATA
Kelopak Mata
Kelopak atau palpebra mempunyai fungsi melindungi bola mata, serta mengeluarkan sekresi kelenjarnya yang membentuk film air mata di depan komea. Palpebra merupakan alat menutup mata yang berguna untuk melindungi bola mata terhadap trauma, trauma sinar dan pengeringan bola mata.
Konjungtiva
Konjungtiva merupakan membran yang menutupi sklera dan kelopak bagian belakang. Bermacam-macam obat mata dapat diserap melalui konjungtiva ini. Konjungtiva mengandung kelenjar musin yang dihasilkan oleh sel Goblet. Musin bersifat membasahi bola mata terutama kornea.

Bola Mata
Bola mata terdiri atas dinding bola mata dan isi bola mata.
Dinding bola mata terdiri atas sklera dan kornea.
Isi bola mata terdiri atas uvea, retina, badan kaca dan lensa.
Bola mata berbentuk bulat dengan panjang maksimal 24 mm. Bola mata di bagian depan (kornea) mempunyai kelengkungan yang lebih tajam sehingga terdapat bentuk dengan 2 kelengkungan yang berbeda.
Sklera
Bagian putih bola mata yang bersama-sama dengan kornea merupakan pembungkus dan pelindung isi bola mata. Sklera berjalan dari papil saraf optik sampai kornea. Sklera sebagai dinding bola mata merupakan jaringan yang kuat, tidak bening, tidak kenyal dan tebalnya kira-kira 1 mm.
Kornea
Kornea (Latin cornum = seperti tanduk) adalah selaput bening mata, bagian selaput mata yang tembus cahaya, merupakan lapis jaringan yang menutup bola mata sebelah depan dan terdiri atas lapis :
1. Epitel
- Tebalnya 50 pm, terdiri atas 5 lapis sel epitel tidak bertanduk yang sating tumpang tindih; satu lapis sel basal, sel poligonal dan sel gepeng.
2. Membran Bowman
- Terletak di bawah membran basal epitel komea yang merupakan kolagen yang tersusun tidak teratur seperti stroma dan berasal dari bagian depan stroma.
- Lapis ini tidak mempunyai daya regenerasi
3. Stroma
Terdiri atas lamel yang merupakan susunan kolagen yang sejajar satu dengan lainnya, pada permukaan terlihat anyaman yang teratur sedang di bagian perifer serat kolagen ini bercabang; terbentuknya kembali serat kolagen memakan waktu lama yang kadang-kadang sampai 15 bulan.
4. Membran Descement
- Merupakan membran aselular dan merupakan batas belakang stroma komea dihasilkan sel endotel dan merupakan membran basalnya
- Bersifat sangat elastik dan berkembang terns seumur hidup, mempunyai tebal 40 µm.
5. Endotel
- Berasal dari mesotelium, berlapis satu, bentuk heksagonal, besar 20-40 pm. Endotel melekat pada membran descement melalui hemidesmosom dan zonula okluden.
Pupil
Pupil merupakan lubang ditengah iris yang mengatur banyak sedikitnya cahaya yang masuk. Pupil anak-anak berukuran kecil akibat belum berkembangnya saraf simpatis. Orang dewasa ukuran pupil adalah sedang, dan orang tua pupil mengecil akibat rasa silau yang dibangkitkan oleh lensa yang sklerosis.
Retina
Retina adalah suatu membran yang tipis dan bening, terdiri atas penyebaran daripada serabut-serabut saraf optik. Letaknya antara badan kaca dan koroid. Bagian anterior berakhir pada ora serata. Dibagian retina yang letaknya sesuai dengan sumbu penglihatan terdapat makula lutea (bintik kuning) kira-kira berdiameter 1 - 2 mm yang berperan penting untuk tajam penglihatan. Ditengah makula lutea terdapat bercak mengkilat yang merupakan reflek fovea.
Struktur badan kaca merupakan anyaman yang bening dengan diantaranya cairan bening. Badan kaca tidak mempunyai pembuluh darah dan menerima nutrisinya dari jaringan sekitarnya: koroid, badan siliar dan retina.
Lensa mata
Lensa merupakan badan yang bening, bikonveks 5 mm tebalnya dan berdiameter 9 mm pada orang dewasa. Permukaan lensa bagian posterior lebih melengkung daripada bagian anterior. Kedua permukaan tersebut bertemu pada tepi lensa yang dinamakan ekuator. Lensa mempunyai kapsul yang bening dan pada ekuator difiksasi oleh zonula Zinn pada badan siliar. Lensa pada orang dewasa terdiri atas bagian inti (nukleus) dan bagian tepi (korteks). Nukleus lebih keras daripada korteks.


















1. LANDASAN TEORITIS PENYAKIT
ASKEP GLAUKOMA
1. Pengertian
Glaukoma adalah suatu keadaan dimana tekanan bola mata tidak normal atau lebih tinggi dari pada normal yang mengakibatkan kerusakan saraf penglihatan dan kebutaan (Sidarta Ilyas, 2004).
Glaukoma adalah adanya kesamaan kenaikan tekanan intraokuler yang berakhir dengan kebutaan (Fritz Hollwich, 1993).
Menurut Martinelli (1991) dalam Sunaryo Joko Waluyo (2009), bahwa Glaukoma merupakan kelainan mata yang mempunyai gejala peningkatan tekanan intra okuler (TIO), dimana dapat mengakibatkan penggaungan atau pencekungan papil syaraf optik sehingga terjadi atropi syaraf optik, penyempitan lapang pandang dan penurunan tajam pengelihatan.

Glaukoma berasal dari kata Yunani “glaukos” yang berarti hijau kebiruan, yang memberikan kesan warna tersebut pada pupil penderita glaukoma. Kelainan mata glaukoma ditandai dengan meningkatnya tekanan bola mata, atrofi saraf optikus, dan menciutnya lapang pandang. Glaukoma adalah suatu penyakit dimana tekanan di dalam bola mata meningkat, sehingga terjadi kerusakan pada saraf optikus dan menyebabkan penurunan fungsi penglihatan (Mayenru Dwindra, 2009).
Klasifikasi dari glaukoma adalah sebagai berikut (Sidarta Ilyas, 2003)
a. Glaukoma primer
1) Glaukoma sudut terbuka
Merupakan sebagian besar dari glaukoma (90-95%), yang meliputi kedua mata. Timbulnya kejadian dan kelainan berkembang secara lambat. Disebut sudut terbuka karena humor aqueous mempunyai pintu terbuka ke jaringan trabekular. Pengaliran dihambat oleh perubahan degeneratif jaringan trabekular, saluran schleem, dan saluran yang berdekatan. Perubahan saraf optik juga dapat terjadi. Gejala awal biasanya tidak ada, kelainan diagnosa dengan peningkatan TIO dan sudut ruang anterior normal. Peningkatan tekanan dapat dihubungkan dengan nyeri mata yang timbul.
2) Glaukoma sudut tertutup (sudut sempit)
Disebut sudut tertutup karena ruang anterior secara anatomis menyempit sehingga iris terdorong ke depan, menempel ke jaringan trabekular dan menghambat humor aqueous mengalir ke saluran schlemm. Pergerakan iris ke depan dapat karena peningkatan tekanan vitreus, penambahan cairan di ruang posterior atau lensa yang mengeras karena usia tua. Gejala yang timbul dari penutupan yang tiba- tiba dan meningkatnya TIO, dapat berupa nyeri mata yang berat, penglihatan yang kabur dan terlihat hal. Penempelan iris menyebabkan dilatasi pupil, bila tidak segera ditangani akan terjadi kebutaan dan nyeri yang hebat.
b. Glaukoma sekunder
Dapat terjadi dari peradangan mata , perubahan pembuluh darah dan trauma. Dapat mirip dengan sudut terbuka atau tertutup tergantung pada penyebab:
1) Perubahan lensa
2) Kelainan uvea
3) Trauma
4) Bedah

c. Glaukoma congenital
1) Primer atau infantile
2) Menyertai kelainan kongenital lainnya
d. Glaukoma absolute
Merupakan stadium akhir glaukoma (sempit/terbuka) dimana sudah terjadi kebutaan total akibat tekanan bola mata memberikan gangguan fungsi lanjut. Pada glaukoma absolut kornea terlihat keruh, bilik mata dangkal, papil atrofi dengan eksvasi glaukomatosa, mata keras seperti batu dan dengan rasa sakit. Sering mata dengan buta ini mengakibatkan penyumbatan pembuluh darah sehingga menimbulkan penyulit berupa neovaskulisasi pada iris. Keadaan ini memberikan rasa sakit sekali akibat timbulnya glaukoma hemoragik.
Pengobatan glaukoma absolut dapat dengan memberikan sinar beta pada badan siliar, alkohol retrobulber atau melakukan pengangkatan bola mata karena mata telah tidak berfungsi dan memberikan rasa sakit.
2. Penyebab
Penyebab dari glaukoma adalah sebagai berikut (Sidharta Ilyas, 2004):
a. Bertambahnya produksi cairan mata oleh badan cilliary.
b. Berkurangnya pengeluaran cairan mata di daerah sudut bilik mata atau dicelah pupil.
Faktor-faktor resiko dari glaukoma adalah (Bahtiar Latif, 2009):
a. Umur
Resiko glaukoma bertambah tinggi dengan bertambahnya usia. Terdapat 2% dari populasi usia 40 tahun yang terkena glaukoma. Angka ini akan bertambah dengan bertambahnya usia.
b. Riwayat anggota keluarga yang terkena glaukoma
Untuk glaukoma jenis tertentu, anggota keluarga penderita glaukoma mempunyai resiko 6 kali lebih besar untuk terkena glaukoma. Resiko terbesar adalah kakak-adik kemudian hubungan orangtua dan anak-anak.
c. Tekanan bola mata
Tekanan bola mata diatas 21 mmHg beresiko tinggi terkena glaukoma. Meskipun untuk sebagian individu, tekanan bola mata yang lebih rendah sudah dapat merusak saraf optik. Untuk mengukur tekanan bola mata dapat dilakukan di rumah sakit mata atau pada dokter spesialis mata.
d. Obat-obatan
Pemakai steroid secara rutin misalnya pemakai obat tetes mata yang mengandung steroid yang tidak dikontrol oleh dokter, obat inhaler untuk penderita asma, obat steroid untuk radang sendi, dan pemakai obat secara rutin lainnya.
3. Patofisiologi
Aqueus humor secara kontiniu diproduksi oleh badan silier (sel epitel prosesus ciliary bilik mata belakang untuk memberikan nutrien pada lensa. Aqueus humor mengalir melalui jaring-jaring trabekuler, pupil, bilik mata depan, trabekuler mesh work dan kanal schlem. Tekanan Intra Okuler (TIO) dipertahankan dalam batas 10-21 mmHg tergantung keseimbangan antara produksi dan pegeluaran (aliran) AqH di bilik mata depan.
Peningaktan TIO akan menekan aliran darah ke syaraf optik dan retina sehingga dapat merusak serabut syaraf optik menjadi iskemik dan mati. Selanjutnya menyebabkan kerusakan jaringan yang dimula dari perifer menuju ke fovea sentralis. Hal ini menyebabkan penurunan lapang pandang yang dimulai dari derah nasal atas dan sisa terakhir pada temporal (Sunaryo Joko Waluyo, 2009).



















WOC GLAUKOMA
Usia > 40 th
DM
Kortikosteroid jangka panjang
Miopia
Trauma mata



Obstruksi jaringan peningkatan tekanan
Trabekuler Vitreus



Hambatan pengaliran pergerakan iris kedepan
Cairan humor aqueous




TIO meningkat Glaukoma TIO Meningkat




Gangguan saraf optik tindakan operasi




Perubahan penglihatan
Perifer




Kebutaan





4. Manifestasi Klinis
Umumnya dari riwayat keluarga ditemukan anggota keluarga dalam garis vertikal atau horizontal memiliki penyakit serupa. Penyakit ini berkembang secara perlahan namun pasti, penampilan bola mata seperti normal dan sebagian besar tidak menampakan kelainan selama stadium dini. Pada stadium lanjut keluhan klien yang muncul adalah sering menabrak akibat pandangan yang menjadi jelek atau lebih kabur, lapangan pandang menjadi lebih sempit hingga kebutaan secara permanen. Gejala yang lain adalah (Harnawartiaj, 2008):
a. Mata terasa sakit tanpa kotoran.
b. Kornea suram.
c. Disertai sakit kepala hebat terkadang sampai muntah.
d. Kemunduran penglihatan yang berkurang cepat.
e. Nyeri di mata dan sekitarnya.
f. Edema kornea.
g. Pupil lebar dan refleks berkurang sampai hilang.
h. Lensa keruh.
Selain itu glaukoma akan memperlihatkan gejala sebagai berikut (Sidharta Ilyas, 2004):
a. Tekanan bola mata yang tidak normal
b. Rusaknya selaput jala
c. Menciutnya lapang penglihatan akibat rusaknya selaput jala yang dapat berakhir dengan kebutaan.
5. Komplikasi
Komplikasi dari glaukoma menurut berbagai sumber yang salah satunya adalah kebutaan.
6. Pemeriksaan Diagnostik
Pemeriksaan diagnostik yang dapat dilakukan adalah sebagai berikut (Harnawartiaj,
2008):
a. Oftalmoskopi: alat untuk melihat fundus bagian mata dalam yaitu retina, discus optikus macula dan pembuluh darah retina.
b. Tonometri: alat untuk mengukur tekanan intraokuler, nilai mencurigakan apabila berkisar antara 21-25 mmHg dan dianggap patologi bila melebihi 25 mmHg. Tonometri dibedakan menjadi dua, antara lain (Sidharta Ilyas, 2004):
1) Tonometri Schiotz
Pemakaian Tonometri Schiotz untuk mengukur tekanan bola mata dengan cara sebagai berikut:
a) Penderita diminta telentang.
b) Mata diteteskan tetrakain.
c) Ditunggu sampai penderita tidak merasa pedas.
d) Kelopak mata penderita dibuka dengan telunjuk dan ibu jari (jangan menekan bola mata penderita).
e) Telapak tonometer akan menunjukkan angka pada skala tonometer.
Pembacaan skala dikonversi pada tabel untuk mengetahui bola mata dalam milimeter air raksa.
a) Pada tekanan lebih tinggi 20 mmHg dicurigai adanya glaukoma.
b) Bila tekanan lebih dari pada 25 mmHg pasien menderita glaukoma.
2) Tonometri Aplanasi
Dengan tonometer aplanasi diabaikan tekanan bola mata yang dipengaruhi kekakuan sklera (selaput putih mata). Teknik melakukan tonometri aplanasi adalah:
a) Diberi anestesi lokal tetrakain pada mata yang akan diperiksa.
b) Kertas fluorosein diletakkan pada selaput lender.
c) Didekatkan alat tonometer pada selaput bening maka tekanan dinaikkan sehingga ingkaran tersebut mendekat sehingga bagian dalam terimpit.
d) Dibaca tekanan pada tombol putaran tonometer aplanasi yang memberi gambaran setengah lingkaran berimpit. Tekanan tersebut merupakan tekanan bola mata.
e) Dengan tonometer aplanasi bila tekanan bola mata lebih dari 20 mmHg dianggap sudah menderita glaukoma.
c. Pemeriksaan lampu-slit
Lampu-slit digunakan untuk mengevaluasi oftalmik yaitu memperbesar kornea, sklera dan kornea inferior sehingga memberikan pandangan oblik ke dalam tuberkulum dengan lensa khusus.
d. Perimetri
Kerusakan nervus optikus memberikan gangguan lapang pandangan yang khas pada glaukoma. Secara sederhana, lapang pandangan dapat diperiksa dengan tes konfrontasi.

e. Pemeriksaan Ultrasonografi
Ultrasonografi dalam gelombang suara yang dapat digunakan untuk mengukur dimensi dan struktur okuler. Ada dua tipe ultrasonografi yaitu:
1) A-Scan-Ultrasan.
Berguna untuk membedakan tumor maligna dan benigna, mengukur mata untuk pemasangan implant lensa okuler dan memantau adanya glaukoma kongenital.
2) B-Scan-Ultrasan.
Berguna untuk mendeteksi dan mencari bagian struktur dalam mata yang kurang jelas akibat adanya katarak dan abnormalitas lain.
7. Penatalaksanaan
Glaukoma bukanlah penyakit yang dapat disembuhkan. Glaukoma dapat dicegah untuk menghambat kerusakan lanjut dari lapang pandangan dan rusaknya saraf penglihat. Tujuan penatalaksanaan adalah menurunkan TIO ke tingkat yang konsisten dengan mempertahankan penglihatan. Penatalaksanaan berbeda-beda tergantung klasifikasi penyakit dan respons terhadap terapi (Harnawartiaj, 2008):
a. Terapi obat.
1) Aseta Zolamit (diamox, glaupakx) 500 mg oral.
2) Pilokarpin Hcl 2-6 % 1 tts / jam.
b. Bedah lazer.
Penembakan lazer untuk memperbaiki aliran humor aqueus dan menurunkan TIO.
c. Bedah konfensional.
d. Iredektomi perifer atau lateral
Dilakukan untuk mengangkat sebagian iris untuk memungkinkan aliran humor aqueus dari kornea posterior ke anterior. Trabekulektomi (prosedur filtrasi) dilakukan untuk menciptakan saluran baru melalui sklera.
A. Proses Keperawatan
1. Pengkajian
a. Riwayat atau adanya faktor-faktor resiko:
• Riwayat keluarga positif (diyakini berhubungan dengan glaukoma sudut terbuka primer).
• Tumor mata.
• Hemoragi intraokuler.
• Inflamasi intraokuler uveiti.
• Kontusio mata dari trauma.
b. Pemeriksanan fisik berdasarkan pengkajian umum pada mata dapat menunjukan:
• Untuk sudut terbuka primer: melaporkan kehilangan penglihatan perifer lambat ( melihat terowongan)
• Untuk sudut tertutup primer:
 Kejadian tiba-tiba dari nyeri berat pada mata sering disertai dengan sakit kepala, mual dan muntah.
 Keluhan-keluhan sinar halo, penglihatan kabur, dan penurunan persepsi sinar.
 Pupil terfiksasi secara sedang dengan sclera kemerahan karena radang dan kornea tampak berawan.
c. Kaji pemahaman klien tentang kondisi dan respons emosional terhadap kondisi dan rencana tindakan.
2. Diagnosa Keperawatan
a. Resiko Cedera
b. Nyeri Akut
3. Rencana Asuhan Keperawatan
Berdasarkan pada NANDA, NOC, dan NIC

Diagnosa (NANDA) Tujuan (NOC) Intervensi (NIC)
1. Resiko Cedera
Definisi: beresiko cedera sebagai akibat kondisi lingkungan berin-teraksi dengan sumber daya indi-vidu adaptif dan defensif.
Faktor risiko:
Eksternal
- Biologi (misalnya, imun-isasi tingkat masyarakat, mikroorganisme)
- Kimia (misalnya, racun, polusi, obat, agen farma-si, alkohol, nikotin, pe-ngawet, kosmetik, pewar-na)
- Manusia (misalnya, agen nosokomial, pola staf, atau kognitif, afektif, fak-tor psikomotorik)
- Mode transportasi
- Fisik (misalnya, desain, struktur, dan pengaturan masyarakat, bangunan, dan/ atau peralatan)
Internal
- Disfungsi efektor
- Integrative disfungsi
- Fisik (mis., kulit rusak, mobilitas diubah)
- Psikologis (orientasi afektif)
- Disfungsi Sensori 1. Pengetahuan: keamanan pribadi
Definisi: sejauh mana pemahaman disampaikan tentang mencegah ce-dera yang tidak disengaja.
Indikator:
- Uraian langkah-langkah un-tuk mencegah jatuh
- Uraian langkah-langkah un-tuk mengurangi risiko cede-ra
- Deskripsi langkah-langkah keamanan rumah
- Deskripsi perilaku berisiko tinggi pribadi
2. Pengendalian Risiko: gang-guan penglihatan
Definisi: tindakan untuk menghi-langkan atau mengurangi kemung-kinan fungsi visual berubah.
Indikator:
- Monitor gejala kerusakan visi
- Monitor lingkungan untuk baha-ya mata
- Menghindari bahaya mata
- Menggunakan pencahayaan yang memadai untuk kegiatan yang dilakukan
- Membawa istirahat dari kegiatan yang menyebabkan ketegangan mata
- Monitor gejala penyakit mata
- Menggunakan obat mata yang diresepkan dengan benar
- Menggunakan perangkat untuk melindungi mata
- Memperoleh ujian mata Intervensi:
- Manajemen Demensia
- Manajemen lingkungan
- Pengelolaan lingkungan: kea-manan
- Pengelolaan lingkungan: pencegahan kekerasan
- Pencegahan jatuh
- Pendidikan kesehatan
- Bantuan pemeliharaan rumah
- Peningkatan Keamanan
Cemas

Batasan karakteristik :
Perilaku :
• Gelisah
• Resah
• Produktivitas berkurang
• Scanning dan kewaspadaan
• Berhubungan dengan keturunan/hereditas
Control cemas

Indicator :
a. monitor intensitas kecemasann
b. menyingkiran tanda kecemasan
c. menggunakan teknik relaksasi untuk mehilangkan kecemasan
d. melaporkan tidak adanya gangguan persepsi sensori


Koping

Indikator :
• melibatkan anggota keluarga dalam pembuatan keputusan
• menunjukkan strategi penurunan stress
menggunakan dukungan social Penurunan kecemasan

Aktivitas :
• tenangkan klien
• jelaskan prosedur tindakan kepada klien dan perasaan yg mungkin muncul pada saat melakukan tindakan
• berusaha memahami keadaan klien
• kaji tingkat kecemasan dan reaksi fisik
• sediakan aktivitas untuk menurunkan ketegangan
• bantu pasien untuk mengidentifikasi situasi yg menciptakan cemas.
• Instruksikan pasien untuk menggunakan teknik relaksasi

Peningkatan koping:

Aktivitas :
• Hargai pemahaman pasien tentang proses penyakit
• Gunakan pendekatan yang tenang dan memberikan jaminan
• Sediakan informasi actual tentang diagnose, penanganan, dan prognosis
• Sediakan pilihan yang realistis tentang aspek perawatan saat ini
• Tentukan kemampuan klien untuk mengambil keputusan
• Instruksikan pasien untuk menggunakan teknik relaksasi
Bantu pasien untuk mengidentifikasi strategi positif untuk mengatasi keterbatasan dan mengelola gaya hidup/perubahan peran









PEMERIKSAAN VISUS
Definisi
Visus adalah ketajaman atau kejernihan penglihatan, sebuah bentuk yang khusus di mana tergantung dari ketajaman fokus retina dalam bola mata dan sensitifitas dari interpretasi di otak.
Visus adalah sebuah ukuran kuantitatif suatu kemampuan untuk mengidentifikasi simbol-simbol berwarna hitam dengan latar belakang putih dengan jarak yang telah distandardisasi serta ukuran dari simbol yang bervariasi. Ini adalah pengukuran fungsi visual yang tersering digunakan dalam klinik. Istilah “visus 20/20” adalah suatu bilangan yang menyatakan jarak dalam satuan kaki yang mana seseorang dapat membedakan sepasang benda.
Satuan lain dalam meter dinyatakan sebagai visus 6/6. Dua puluh kaki dianggap sebagai tak terhingga dalam perspektif optikal (perbedaan dalam kekuatan optis yang dibutuhkan untuk memfokuskan jarak 20 kaki terhadap tak terhingga hanya 0.164 dioptri).
Untuk alasan tersebut, visus 20/20 dapat dianggap sebagai performa nominal untuk jarak penglihatan manusia; visus 20/40 dapat dianggap separuh dri tajam penglihatan jauh dan visus 20/10 adalah tajam penglihatan dua kali normal.
Untuk menghasilkan detail penglihatan, sistem optik mata harus memproyeksikan gambaran yang fokus pada fovea, sebuah daerah di dalam makula yang memiliki densitas tertinggi akan fotoreseptor konus/kerucut sehingga memiliki resolusi tertinggi dan penglihatan warna terbaik.
Ketajaman dan penglihatan warna sekalipun dilakukan oleh sel yang sama, memiliki fungsi fisiologis yang berbeda dan tidak tumpang tindih kecuali dalam hal posisi. Ketajaman dan penglihatan warna dipengaruhi secara bebas oleh masing-masing unsur.
Cahaya datang dari sebuah fiksasi objek menuju fovea melalui sebuah bidang imajiner yang disebut visual aksis. Jaringan-jaringan mata dan struktur-struktur yang berada dalam visual aksis (serta jaringan yang terkait di dalamnya) mempengaruhi kualitas bayangan yang dibentuk. Struktur-struktur ini adalah; lapisan air mata, kornea, COA (Camera Oculi Anterior = Bilik Depan), pupil, lensa, vitreus dan akhirnya retina sehingga tidak akan meleset ke bagian lain dari retina. Bagian posterior dari retina disebut sebagai lapisan epitel retina berpigmen (RPE) yang berfungsi untuk menyerap cahaya yang masuk ke dalam retina sehingga tidak akan terpantul ke bagian lain dalam retina. RPE juga memiliki fungsi vital untuk mendaur-ulang bahan-bahan kimia yang digunakan oleh sel-sel batang dan kerucut dalam mendeteksi photon. Jika RPE rusak maka kebutaan dapat terjadi. Seperti pada lensa fotografi, ketajaman visus dipengaruhi oleh diameter pupil. Aberasi optik pada mata yang menurunkan tajam penglihatan ada pada titik maksimal jika ukuran pupil berada pada ukuran terbesar (sekitar 8 mm) yang terjadi pada keadaan kurang cahaya. Jika pupil kecil (1-2 mm), ketajaman bayangan akan terbatas pada difraksi cahaya oleh pupil. Antara kedua keadaan ekstrim, diameter pupil yang secara umum terbaik untuk tajam penglihatan normal dan mata yang sehat ada pada kisaran 3 atau 4 mm. Korteks penglihatan adalah bagian dari korteks serebri yang terdapat pada bagian posterior (oksipital) dari otak yang bertanggung-jawab dalam memproses stimuli visual. Bagian tengah 100 dari lapang pandang (sekitar pelebaran dari makula), ditampilkan oleh sedikitnya 60% dari korteks visual/penglihatan. Banyak dari neuron-neuron ini dipercaya terlibat dalam pemrosesan tajam penglihatan.
Perkembangan yang normal dari ketajaman visus tergantung dari input visual di usia yang sangat muda. Segala macam bentuk gangguan visual yang menghalangi input visual dalam jangka waktu yang lama seperti katarak, strabismus, atau penutupan dan penekanan pada mata selama menjalani terapi medis biasanya berakibat sebagai penurunan ketajaman visus berat dan permanen pada mata yang terkena jika tidak segera dikoreksi atau diobati di usia muda.
Penurunan tajam penglihatan direfleksikan dalam berbagai macam abnormalitas pada sel-sel di korteks visual. Perubahan-perubahan ini meliputi penurunan yang nyata akan jumlah sel-sel yang terhubung pada mata yan terkena dan juga beberapa sel yang menghubungkan kedua bola mata, yang bermanifestasi sebagai hilangnya penglihatan binokular dan kedalaman persepsi atau streopsis. Mata terhubung pada korteks visual melalui nervus optikus yang muncul dari belakang mata. Kedua nervus opticus tersebut bertemu pada kiasma optikum di mana sekitar separuh dari serat-serat masing-masing mata bersilang menuju tempat lawannya ke sisi lawannya dan terhubung dengan serat saraf dari bagian mata yang lain akan menghasilkan lapangan pandang yang sebenarnya. Gabungan dari serat saraf dari kedua mata membentuk traktus optikus. Semua ini membentuk dasar fisiologi dari penglihatan binokular. Traktus ini akan berhenti di otak tengah yang disebut nukleus genikulatus lateral untuk kemudian berlanjut menuju korteks visual sepanjang kumpulan serat-serat saraf yang disebut radiasio optika.
Segala macam bentuk proses patologis pada sistem penglihatan baik pada usia tua yang merupakan periode kritis, akan menyebabkan penurunan tajam penglihatan. Maka, pengukuran tajam penglihatan adalah sebuah tes yang sederhana dalam menentukan status kesehatan mata, sistem penglihatan sentral, dan jaras-jaras penglihatan menuju otak.
Berbagai penurunan tajam penglihatan secara tiba-tiba selalu merupakan hl yang harus diperhatikan. Penyebab sering dari turunnya tajam penglihatan adalah katarak, dan parut kornea yang mempengaruhi jalur penglihatan, penyakit-penyakit yang mempengaruhi retina seperti degenarasi makular, dan diabetes, penyakit-penyakit yang mengenai jaras optik menuju otak seperti tumor dan sklerosis multipel, dan penyakit-penyakit yang mengenai korteks visual seperti stroke dan tumor.

Pemeriksaan Visus Mata
Pemeriksaan visus mata atau ketajaman penglihatan yaitu dengan kartu snellen.

Optotip Snellen
Pada tahun 1862 Hermann Snellen memperkenalkan obyek berupa huruf. Keputusan terbesarnya adalah pemberian nama obyek dengan nama optotipe dimana pembuatannya didasarkan pembuatan 25 buah kotak berbentuk bujur sangkar. Hal ini menjadi begitu penting karena memberikan standar dalam pembuatan obyek. Snellen juga memberikan rumusan “standar penglihatan ” dalam pembuatannya berupa sudut 5″ ( 5 menit ) dimana setiap huruf tersebut harus mewakili secara penuh bagian kotak dari 25 kotak yang tersedia .
Satuan yang biasa digunakan cukup bervariatif tergantung dari kebiasaan tiap negara. Di indonesia menggunakan satuan meter, tetapi tidak sedikit juga yang menggunakan satuan feet. Bilangan 6/60 dalam skala meter menunjukkan nilai pembilangnya adalah jarak orang yang tidak mampu melihat sebuah deretan obyek dengan sempurna dan nilai penyebutnya mewakili jarak orang normal yang masih dapat melihat obyek tersebut dengan baik.
Apabila didesimalkan, maka 6/60 = 0.1 dan bila dipersentasikan berarti 10% bermakna fungsi penglihatan individu yang diperiksa sebesar 10%, dan dia kehilangan 90% fungsi penglihatannya. Menurut batasan WHO( World Health Organisation ) dan telah di adopsi secara aklamasi di kalangan praktisi, batasan tajam penglihatan normal adalah berkisar 6/12 atau fungsi penglihatan yang dimiliki adalah 50%. Namun 6/6 adalah nilai dimana seseorang dianggap memiliki kemampuan penglihatan 100%. Semuanya tercakup dalam satuan meter sebagai acuan
Selain objek berupa huruf yang dipopulerkan oleh Snellen, terdapat objek berupa angka yang diperkenalkan oleh Hess, huruf C dalam berbagai broken ring yang ditemukan oleh Landolt, serta huruf E dalam berbagai posisi dan gambar.

Gambar 1: Optotip snellen Gambar 2: Trial lens set
Teknik Pemeriksaan Visus Mata dengan Kartu Snellen
1. Cuci tangan
2. Jelaskan tujuan dan prosedur pemeriksaan
3. Berikan instruksi kepada pasien dengan jelas dan sopan
4. Mintalah pasien duduk pada jarak 5 atau 6 m dari optotipe Snellen
5. Minta penderita untuk menutup satu matanya tanpa menekan bola matanya, mulai pemeriksaan pada mata kanan penderita
6. Minta pasien untuk melihat ke depan dengan rileks, tanpa melirik atau mengerutkan kelopak mata
7. Minta pasien untuk menyebut huruf, angka atau sibol yang ditunjuk
8. Tunjuk huruf, angka atau symbol pada optotipe Snellen dari atas ke bawah, dengan menggunakan alat penunjuk
9. Lakukan pengulangan beberapa kali pada baris yang sama pada optotipe Snellen bila penderita salah menyebut angka, huruf atau symbol pada optotipe , dan lanjutkan penunjukan ke bawah bila pasien dapat menyebut dengan benar
10.Tentukan visus penderita sesuai dengan hasil pemeriksaan
- Bila visus penderita tidak optimal, dilakukan koreksi dengan lensa coba sampai didapatkan visus yang maksimal
- Besarnya lensa coba yang digunakan menunjukkan besarnya kelainan refraksi
11. Informasikan hasil pemeriksaan pada pasien
12. Catat
13. Cuci tangan

Cara menentukan tajam penglihatan pada seseorang dengan menggunakan kartu Snellen:
- Bila tajam penglihatan 6/6, berarti ia rlapat melihat huruf pada jarak 6 meter, yang oleh orang normal huruf tersebut dapat dilihat padajarak 6 meter juga.
- Bila pasien hanya dapat melihat huruf pada baris ydng menuqiukkan angka 30, berarti tajarn penglihatan pasien 6/30.
- Bila pasien hanya dapat membaca huruf pada baris yang menunjukkan angka 50,berarti tajarn penglihatan pasien 6/50.
- Bila tajarn penglihatan 6/60, berarti pasien hanya dapat melihat pada jarak 6 meter yang oleh orang normal huruf tersebut dapat dilihat pada jarak 60 meter.
- Bila pasien tidak dapat mengenal huruf terbesar pada kartu Snellen, maka dilakukan uji hitung jari. Jari dapat dilihat terpisah oleh orang normal pada jarak 60 meter.
- Bila pasien hanya dapat melihat atau menentukan jumlah jari yang diperlihatkan pada jarak 3 meter, maka dinyatakan tajarn penglihatannya 3160. Dengan pengujian ini tajam penglihatan hanya dapat dinilai sampai 1160, yang berarti hanya dapat menghitung jari pada jarak 1 meter.
- Bila pasien hanya dapat melihat lambaian tangan pada jarak 1 meter, berarti tajam penglihatannya l/300.
- Pasien yang hanya dapat mengenal adanya cahaya saja dinyatakan penglihatannya U-.
- Bila pasien sama sekali tidak mengenal cahaya maka dikatakan penglihatannya adalah 0 (nol) atau butatotal.

DAFTAR PUSTAKA


Dwindra, Mayenru. 2009. Glaukoma (http://www.perdami.or.id/?page=news.detail&id=7 - online, diakses pada tanggal 19 April 2010)
Harnawatiaj.2008.Konjungtivitis (http://harnawatiaj.wordpress.com/2008/03/09/ konjugtivitis/ - online, diakses pada tanggal 12 April 2010)
Ilyas, Sidharta. 2003. Ilmu Penyakit Mata. Jakarta: Balai Penerbit FKUI
Ilyas, Sidharta. 2004. Ilmu Perawatan Mata. Jakarta: Balai Penerbit FKUI
Waluyo, Sunaryo joko. 2009. Askep Glaukoma (http://askep- akper.blogspot.com/2009/08/askep-glaukoma.html – online, diakses pada tanggal 22 April 2010)
Herdman, T. Heather. 2009.NANDA International Nursing Diagnoses : Definition & Classification 2009-2011. United Kingdom : Wiley-Blackwell.
Johnson, Marion, dkk.2000. Nursing Outcome Classification (NOC).United States of America: Mosby
McCloskey,Joanne C. 1996. Nursing Interventions Classification (NIC). United States of America: Mosby
Smeltzer, Suzanne C. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth. Alih bahasa : Agung Waluyo. Jakarta. EGC

Kamis, 28 Oktober 2010